0 Comment


Pagi-pagi, hari Rabu 12 Agustus 2015, rumahku kedatangan seorang tamu dari Trengalek. Beliau adalah teman waktu Ngaji di Abuya Sayyid Muhammad Al-Maliki Makkah. Beliau sudah menjadi seorang kyai, dengan nama lengkap KH Bahrul Munir Al-Hafid (hafal Al-Quran juga hafal Nadhom Alfiyah).

Pagi-pagi, saya Ngobrol ngalor ngidul seputar pendidikan yang cocok dan tepat untuk masa depan anak-anak. Tidak menyadari, tiba-tiba saya dan Bahrul Munir membincangkan Muktamar NU. Selanjutnya menceritakan tentang kehadiran Mbah Maemun Zubair dalam Muktamar NU yang kebetulan Mbah Maemun Zubair itu adalah Guru dari Bahrul Munir.

Tiba-tiba Bahrul Munir bercerita bahwa dirinya pernah mijeti (memijat) Mbah Maimun Zubair waktu di Rubath Jawa (tempat berkumpulnya santri-santri Nusantara di Makkah). Waktu mijeti, Bahrul Munir mbatin dalam hatinya tentang Gus Dur. Tiba-tiba Mbah Maemun Zubair berkata “aku ngak wani dengan Gur Dur karena beliau itu titisane Mbah Muhammad Hasyim Asy’ary. Betapa kaget dan terperanjatnya Bahrul Munir terhadap apa yang disampaikan oleh seorang ulama, faqih, muhaddis yang bernama Mbah Maemun Zubair. 

Usai mengatakan “Aku ngak wani karo Gus Dur, soleh Gus Dur iku titisane Mbah Muhammad Hasyim”. Kemudian Bahrul Munir mbatin tentang Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, tiba-tiba Mbah Maemun Zubair berkata:”Nek Sayyid Muhammad iku punjeru Sayyid” yang artinya Sayyid Muhammad itu pusat (rujukan utama) sayyid”. Mendengar apa yang disampaikan oleh Mbah Maemun, Bahrul Munir-pun berkata dalam hatinya bahwa “Mbah Maemun itu bukanlah ulama’ sembarangan”.

 Bisa jadi beliau seorang waliyullah. Aku-pun mengatakan hal yang sama “ Mbah Maemun itu terlalu dalam ilmu dan spritualnya, dan juga keluhuran budi pekertinya sehingga bukan seperti asatidz pada umumnya yang suka mengumbar kata-kata tidak pantas terhadap sesama. Mbah Maimun itu seorang ulama sejati yang derajatnya sangat istimewa.

Wajar saja, jika waktu wafatnya Gus Dur, Mbah Maemun sendiri yang nalqin, walaupun beliau sudah tua, tetapi semangat untuk datang pada wafatnya Gus Dur sangat luar biasa. Beliau juga selalu hadir saat tahlilan dan khoulnya Gus Dur. Seolah-olah Mbah Maemun Zubari ingin berkata kepada orang-orang yang dengan mudah mengeluarkan kata “sesat, kafir” terhadap Gus Dur, bahwa Gus Dur itu tidak sepeti yang dikira mereka.

Bahwasanya kehadiran Mbah Maemun Zubair itu menjawab bahwa Gus Dur itu bukanlah seperti yang dikira oleh sebagian orang yang suka “menyesatkan”. Sejak Mbah Maemun Zubair selalu hadir pada setiap tahlilan Gus Dur, orang-orang yang sok suci, menganggab Gus Dur sesat itu ahirnya semakin terbuka, walaupun kebencian terhadap Gus Dur itu masih ada. Itu masih wajar-wajar sajalah.

Pada Muktamar NU Jombang ke 33, saya sengaja hadir untuk bersilaturami dengan teman dan para ulama yang rawuh pada Muktamar. Salah satu ke-inginanku ialah bertemu, dan menyalami kemudian mencium tangan Mbah Maemun Zubair. Apalagi, saat melihat teman yang bernama Gus Dir (Nadir Syah Husaen). Beliau adalah satu ketua Syuriah PCINU Australia yang berhasil salaman dan mencium tangan Mbah Maemun Zubair dan mengabadikan dalam ponselnya. Semakin mantab ke-inginaku menyalami Mbah Maemun Zubaer.

Padahal waktu itu saya sangat dekat, apalagi dalam Muktamar NU kali ini, walaupun tidak memiliki undangan, tetapi bisa duduk di dekat VIP. Itu-pun karena berkah ketemu dengan Syekh Ibrahim Al-Nugaimis dari Arab Saudi. Aku-pun ahirnya bisa masuk tanpa harus memberikan tanda pengenal.

Ketika di dalam ruangan, saya melihat dari Jauh bahwa KH Maemun Zubair duduk dibelakang para pejabat Negara juga presiden Republik Indonesia Jokowi mengikuti pembukaan Muktamar NU ke 33 Jombang. Mbah Maimun Zubair menikmati duduk di belakang.

Melihat Mbah Maemun Zubair duduk di belakang, ada seseorang tidak terima. Kemudian orang yang ber-aliran NU garis lurus menulis negative dan keras, menanyakan posisi Mbah Maemun Zubair. Kenapa duduk dibelakang, dan tidak dimulyakan?

Ustadz tersebut dengan lantang, dan seolah-olah tidak pernah punya dosa menganggab bahwa kyai-kyai NU, bahkan dikatakan tidak punya adab (tidak sopan) terhadap Mbah Maemun Zubair karena tidak menemptakan Mbah Maemun duduk di depan. Sungguh ustad itu sangat tidak sopan kata-katanya terhadap ulama NU.

Ternyata, Gus Mus sudah mempersilahkan dan memohon (mengajak) Mbah Maemun Zubaer duduk di depan. Dengan santun dan halus, Mbah Maemun Zubair menolaknya. Beliau lebih nyaman duduk di kursinya. Itulah etika santri, Gus Mus selalu mengedepankan tatakrama, demi kebaikan, kata-katanya di atur sedemikan rupa, karena itu adalah “ahlakul karimah” seorang santri Nahdiyin yang sesungguhnya.

Begitu juga saat menyanyikan lagu Indonesia raya, Mbah Maemun Zubair juga turut berdiri, walaupun kondisi fisiknya sudah sepuh. Beliau menyadari dan mengajari kepada masyarakat Indonesia, khususnya warga Nahdiyin bagaimana bersikap berbangsa dan bernegara yang baik.

Padahal, cukup banyak para ustad-ustad HT (Hizbu Tahrir) dan kelompok-kelompok salafi yang enggan berdiri menyanyikan lagu Indonesia raya. Bahkan, dikatakan hormat terhadap bendera merah putih itu termasuk Syirik. Mbah Maemun Zubair memberikan contoh, bahwa berdiri menyanyikan lagu Indonesia raya itu tidak apa-apa Selama muktamar Mbah Maemun Zubair hadir, dan nunggoni hingga rampung. Seolah-olah beliau itu tahu, bahwa NU itu sedang ada dua kekuatan politik yang akan berebut. NU itu bukan partai politik, tetapi NU adalah organisasi yang didirikan para ulama dan auliya’ (kekasih Allah) yang bertujuan mengajak orang berbuat baik dan mencegah kemungkaran, dan ber-iman kepada Allah SWT.

Kehadiran Mbah Maemun Zubair seolah-seolah memberikan kesan mendalam, betapa cintanya beliau terhadap NU yang di ketuai oleh Mbah Muhammad Hasyim Asyary yang bertujuan mulia. Beliau mau menjadi tim Ahwa bertujuan agar Rois Amm itu dipimpin seorang ulama yang fakih, wara’’ zuhud, bukan hanya tenar dan ahli organisasi. Sebab, NU itu organisasi para ulama dan yang dipimpin itu juga para ulama yang notabene pewaris para nabi dan rosul.

KH Maemun Zubair juga memberikan semangat kepada anak-anak Muda NU yang hadir dari belahan dunia, khususnya dari berbagai PCINU, seperti; PCINU Arab Saudi, Mesir, Maroko, Turkey, Libanon, Sudan, Yaman, Pakistan, Amerika, Inggris, Jepang, Belanda, Australia, Perancis, Hongkong Korea, Malaysia. Semua perwakilan datang, bertujuan ingin besilaturahmi dengan para kyai dan habaib yang benar-benar Ihlas karena Allah SWT.


*) http://www.kompasiana.com/www.tarbawi.wodrpress.com/sikap-mbah-maemun-terhadap-gus-dur_55ccbb611cafbd47178ff322

Post a Comment Blogger

 
Top