"Saya
modali!"
jawab Habib
Luthfi bin
Yahya saat pertamakali disowani forum Gusdurian Tegal yang hendak
mengadakan Haul Gus Dur
yang ke-6. "Pihak yang diundang malah memberikan modal duluan bahkan
dengan nominal yang cukup besar," ungkap panitia saat memberikan
sambutannya di acara Haul Gus Dur
ke-6 pada Selasa malam Rabu (19/01) di Gedung KORPRI Jl. Dr. Soetomo No. 2
Slawi Tegal.
Uniknya
di Haul Gus Dur
malam itu seluruh elemen bangsa berkumpul jadi satu dalam satu gedung. Sesuai
dengan tema yang diangkat yaitu "Kita Semua Bersaudara", merupakan
ajang Silaturrahim Nusantara yang diprakarsai oleh PCNU dan Gusdurian Tegal
dengan semua elemen masyarakat baik sipil, TNI, Polri dan tokoh-tokoh lintas
agama. Hadir sebagai acara inti Mbak Alissa Wahid (putri Gus Dur), Romo Fran
Magnis Suseno, dan Maulana Habib
Luthfi bin
Yahya.
"Mendiang
adalah seseorang yang tak mengenal capek. Walaupun secara kondisi fisik, sulit
untuk melihat. Tapi pola pikir, keintelektualan, wawasan kebangsaan dan
keagamaan, dan kejeniusannya yang sulit untuk bisa ditemukan kembali."
Ucap Habib
Luthfi mengawali ceramah agamanya. Habib
Luthfi sudah sering menemani Gus Dur
semenjak sebelum menjadi Pengurus Besar NU, bersama Kiai Fuad Buntet Cirebon,
berdakwah kesana-kemari satu mobil bersama. Pengalaman yang sangat bernilai
dari Gus Dur
adalah nilai sejarahnya yang selalu dipegang kuat. Karena mengenal sejarah maka
beliau lebih jauh mengenal bangsanya. Karena mengenal sejarah maka sulit untuk
bisa melupakan bangsanya. "Itulah diantara yang saya kenal dari Gus Dur,"
kenang Habib
Luthfi.
Gus
Dur kalau dicerna oleh orang yang belum faham atau tidak cerdas, maka pada
dasarnya pemikiran Gus Dur
yang melangkah lebih jauh ke depan sedang melatih kita berfikir cerdas.
"Ibarat memetik mangga yang belum masak (pentil; bahasa Jawa), akan
menjadikan sakit perut jika dimakan bukan pada waktunya. Namun menjadi
kebutuhan bagi ibu hamil yang sedang ngidam," lanjut Habib
Luthfi.
Pembicaraan
Gus Dur
itu tidak bisa dimakan hari ini. Tapi mungkin bisa dimakan satu bulan atau satu
tahun kemudian. Orang akan baru menyadari, "Oh iya benar kata Gus Dur".
Ada kritikan dari beberapa guru kita, diantaranya "Koe aja mung pinter
ngalem kuburan bae" (Kamu jangan hanya suka memuji kuburan
terus). "Lama-lama saya tanya maksudnya apa. Ternyata, ketika
seorang tokoh atau pemimpin tersebut, dan memang resiko bagi dirinya, sewaktu
masa hidupnya banyak dikatakan, "Orang itu terlalu keras", yang lain
mengatakan, "Orang itu terlalu blak-blakan". Ada yang suka dan ada
yang benci. Tetapi setelah tiadanya, yaitu sesudah di kuburan, mereka baru
ramai-ramai memujinya."
Terkait
tema Haul Gus Dur
ke-6 "Kita Semua Saudara", menurut Habib
Luthfi adalah tema yang sangat menyentuh dan luar biasa. Karena kita semua
adalah saudara, bagian dari "Bela Bangsa". Yang namanya bela bangsa
itu bukan hanya mengangkat senjata, latihan militer atau wajib militer.
Meningkatkan rasa memiliki bangsa dan republik ini, itu juga bagian dari bela
bangsa selain juga memajukan ekonomi dan pertanian. Menggalang persaudaraan,
semua kita bersaudara, itu adalah benteng-benteng yang kokoh untuk melengkapi
wujudnya ketahanan nasional.
Persaudaraan
ada dua. Pertama, saudara seagama sebangsa setanah air. Kedua, saudara sebangsa
setanah air, ini yang harus diperkuat. Tanpa memandang ras dan agamanya, tapi
katakan "Saya Indonesia".
Tidak ada sekat keturunan manapun, entah China ataupun Arab. Persaudaraan yang
sejati adalah ketika saudara kita dicubit maka kita turut merasakan sakit,
tanpa ada pengkotak-kotakkan. Jika terjadi pengkotak-kotakkan maka kita tidak
akan tahu hakikat persaudaraan tersebut.
Menghargai
hak sesama sudah jauh lebih dulu dilakukan oleh tokoh-tokoh kita terdahulu.
Bahkan, lihatlah riwayat sejarah deklarasi Madinah terbentuk dari Yahudi,
Nasrani dan Muslim untuk sama-sama saling menghormati dan menghargai hak
sesamanya. Kita merupakan regenerasi dari sejarah, menjalin persaudaraan demi
regenerasi masa yang akan datang. Dengan memahami itu bangsa akan menjadi
kuat.
"Sebab
yang saya khawatirkan adalah, seperti dalam ajaran kami Nabi Besar Muhammad
Saw. dalam sabdanya: "Kadar bobot keimanan seseorang tergantung
kecintaannya padaku." Kalau ditafsirkan, maka maknanya adalah ketika kadar
bobot kecintaan (kepercayaan) seseorang pada tokohnya (dari agama manapun)
memudar maka imannya pun semakin luntur. Kalau sudah luntur maka sangat mudah
untuk dipecah-belah. Jangan coba-coba memecah-belah Bangsa Indonesia
dan membenturkan antar umat beragama, karena "Kami Semua
Bersaudara". Rapatkan barisan kita, jangan beri kesempatan seujung
rambutpun kepada oknum-oknum manusia yang akan menghancurkan NKRI!" Tegas Habib
Luthfi bin
Yahya yang disambut dengan semangat antusias para pengunjung Haul Gus Dur
malam itu. (Sya'roni As-Samfuriy via Muslimedianew.com).
*)http://www.muslimoderat.net/2016/01/habib-lutfi-bin-yahya-pemikiran-gus-dur.html#ixzz4S92B58r2

Post a Comment Blogger Facebook