Berbicara tentang pejuang kemanusian, kita tidak bisa lepas dari
figur seorang tokoh bangsa KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Berjuang
menolong orang-orang minoritas yang sering tertindas sudah menjadi menu
utama bagi Gus Dur. Dalam hal toleransi antar umat beragama, Gus Dur
juga menjadi yang terdepan dengan pluralisme dan demokrasinya.
Hal ini menjadi sangat wajar jika Al Azhar Mesir menjadikan Gus Dur
sebagai Bapak Demokrasi Indonesia. Dalam laman facebook resminya
menyatakan Gus Dur adalah Abu Al-Dimuqratiyyah Al-Indunisiyyah
atau Bapak Demokrasi Indonesia. “Abdurrahman Wahid adalah ikon toleransi
beragama dan menjadi pemimpin di masa transisi demokrasi,” tulisnya
dalam laman dengan bahasa Arab.
Tentang perjuangan Gus Dur dibidang kemanusiaan bukan hanya untuk
rakyat Indonesia tetapi di negara lain pun tak luput dari sentuhannya.
Salah satunya masyarakat Muslim Moro di negara Filipina seperti yang
dituturkan oleh putri sulung Gus Dur, Alissa Qotrunnada Munawaroh yang
lebih akrab dipanggil Mba Alissa Wahid.
Diceritakan oleh Wawan Kirmawan yang saat itu hendak terbang ke
Pontianak tanpa sengaja bertemu dengan Mba Alissa saat di bandara
Jogjakarta guna perjalanan Jakarta kemudian lanjut ke Filipina. Mba
Alissa mengisahkan bahwa keperluannya ke
Filipina adalah guna memenuhi undangan rakyat Muslim suku bangsa Moro
untuk membicarakan sesuatu yang telah dirintis ayahnya, Gus Dur.

Mbak Alissa Wahid
Suku bangsa Moro adalah sebuah suku yang terdapat di Filipina, Indonesia bahkan tersebar diberbagai pulau. Di antaranya di Maluku dengan nama Pulau Moro Tai, di Sumatera terdapat kecamatan Moro di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Indonesia.
Gus Dur adalah orang yang berperan dalam perdamaian antara Pemerintah
Filipina dengan Komunitas Muslim Moro yang minoritas itu. Sejarah
mencatat, pada hari Rabu 22 September 1993, Gus Dur yang saat itu
menjabat sebagai Ketua Umum PBNU bertemu dengan Presiden Filipina Fidel
Ramos. Pertemuan tersebut termasuk pertemuan yang penting dari
perdamaian di Filipina.
Pada kesempatan itu, Gus Dur sempat mengingatkan kepada Presiden
Ramos, “Sudah saatnya rakyat Moro mengejar ketertinggalan ekonominya,
daripada terus bergulat pada persoalan politik. Karena semakin lama
masyarakat muslim Moro terjebak dalam konflik bersenjata, semakin lama
pula mereka akan memerangi ketertinggalannya,” katanya Gus Dur saat itu.
Peran Gus Dur inilah yang diceritakan oleh Mba Alissa di kemudian
hari membuat rakyat Moro sangat mencintai Gus Dur. Bahkan saat wafatnya
Gus Dur, bendera Moro sengaja dikibarkan di wilayah itu sebagai simbol
bela sungkawa dari mereka.
Kepada Wawan, Mbak Lissa yang hendak ke Filipina berkata dengan suara
sengau, “Saya tak mungkin mengindahkan undangan orang-orang yang
mencintai bapak (Gus Dur).”
Pertemuan Wawan dengan Mba Alissa yang singkat itu tak sempat
diabadikannya dengan foto bersama karena pesawat yang akan ditumpangi
Mba Alissa sudah mau diterbangkan. Terbesit dalam hatinya perjuangan Gus
Dur juga diwariskan kepada putri-putrinya.
Gus Dur bukan hanya pejuang bagi bangsanya, namun lebih dari itu
orang-orang minoritas yang tertindas di negara lain juga ikut
diperjuangkan. Untuk Gus Dur, kami merindukanmu…..
Al Fatihah.
Sumber kisah: Wawan Kirmawan
*) fiqhmenjawab.net/2016/11/gus-dur-pejuang-kemanusiaan-muslim-minoritas-filipina/

Post a Comment Blogger Facebook