Bakiak (sandal yang terbuat dari kayu) mungkin bagi kita semua dianggap sebagai salah
satu sandal kuno dan ketinggalan jaman. Atau juga, menggunakan bakiak itu
dikarenakan harganya yang murah dan juga awet digunakan. Cukup jarang, bakiak
digunakan dalam peristiwa-peristiwa penting, lebih banyak ditempatkan untuk
alas kaki di kamar mandi, atau untuk digunakan untuk santai.
Namun berbeda dengan Kiai Abbas Abdul Jamil, beliau malah
menggunakan bakiak dalam peristiwa-peristiwa penting. Sebut saja ketika
berlangsungnya perang 10 November 1945. Sejak keberangkatannya dari Cirebon,
Kiai Abbas menitipkan sebuah bingkisan kepada salah satu pengawalnya yaitu
Abdul Wachid. Saat itu, Abdul Wachid berfikir bahwa benda titipan milik kiainya
tersebut merupakan benda yang sangat berharga. Ternyata, ketika bungkusan
tersebut dibuka, hanya berisi sepasang bakiak.
Walaupun masih bingung, Abdul Wachid hanya mengikuti
perintah Kiai Abbas dan membawa bingkisan tersebut hingga perjalanan tiba di
Rembang Jawa Tengah dan singgah di kediaman Kiai Bisri Mustofa. Disitulah Kiai
Abbas ditunjuk untuk menjadi komandan perang 10 November oleh para kiai yang
sudah menunggu beliau. Bung Tomo yang beberapa kali meminta kepada Kiai Hasyim
Asy’ari untuk memulai pepeanganpun, selalu ditolak oleh Kiai Hasyim, dengan
alasan menunggu Singa dari Jawa Barat, yang tidak lain adalah Kiai Abbas.
Saat akan menuju Surabaya, Kiai Abbas meminta bungkusan
bakiak kepada Abdul Wachid sekaligus memintanya untuk tidak ikut bergabung ke
Surabaya dan menunggu di Rembang. Walaupun semangat juang Abdul Wachid cukup
menggelora, namun ia tidak berani melawan perintah kiainya. Ia tetap tinggal di
Rembang, hingga pada 13 November 1945, rombongan santri yang ikut berperang di
Surabaya tiba di Rembang, bercerita tentang kesaktian Kiai Abbas.
Menurut para santri, Kiai Abbas berperang dengan menggunakan
bakiak. Saat Kiai Abbas berdoa, tiba-tiba sejumlah alu dan lesung milik warga
yang berukuran besar, berterbangan dan menghantam tentara sekutu. Pesawat yang
terbangpun dilumpuhkan hanya dengan lemparan tasbih oleh Kiai Abbas.
Menurut KH Amiruddin, saat perang 10 November, Kiai Abbas
dengan karomahnya, bukan hanya berada disatu tempat. Tapi di dua tempat. Yaitu di
pusat kota dan dipesisir pantai Surabaya. Di pesisir pantai itulah, Kiai Abbas
menghancurkan puluhan pesawat milik sekutu dengan hanya mengibaskan sorbannya
keatas langit.
Penggunaan bakiak oleh Kiai Abbas juga, ternyata bukan hanya
dilakukan saat perang 10 November saja. Melainkan digunakan pada hal lainnya,
yang cukup penting. Salah satunya ketika akan bertanding silat. KH. Amiruddin
Abkari mengatakan, Buntet itu memiliki pencak silat sendiri dengan nama pencak
silat buntet (Nanti akan diceritakan pada episode berbeda). ia pernah mendapatkan cerita dari Mang Kisom,
salah satu pendekar silat asal buntet yang juga pernah menjadi gurunya, tentang
kehebatan pencak silat buntet dan juga bakiak Kiai Abbas.
Menurut Mang Kisom, Kiai Abbas selalu menjajal kemampuan
murid-muridnya terkait kemampuan silat. Kemampuan silat Kiai Abbas tidak
diragukan lagi. Kiai Abbas pernah menerima tamu seorang preman suruhan belanda
yang membuat beliau ditodong dengan sebuah belati. Saat ditodong, posisi tangan
kanan Kiai Abbas memegang Ql-Qur’an (karena saat itu sedang nderes) dan tangan
kirinya dipiting oleh preman tersebut. Ujung belati, sudah menempel tepat di
leher Kiai Abbas.
Melihat kiainya sedang dalam kondisi bahaya, para santri dan
masyarakat buntet langsung mengelilingi Kiai Abbas. Namun beliau meminta
semuanya untuk menyingkir. Kiai Abbas tidak ada keraguan sedikitpun saat
menjadi tawanan preman suruhan Belanda itu.
Sampai akhirnya, kemampuan silat dari Kiai Abbas
dikeluarkan. Hanya dengan sebuah gerakan, dengan Al-Qur’an masih dipegang oleh
tangan kanannya dan kondisi tangan kirinya dipiting, Kiai Abbas bisa
menjatuhkan preman tersebut. Saat santri dan masyarakat hendak menyerbu dan
menghakiminya, Kiai Abbas melarangnya.
“Jangan dipukuli, dia orang gila,” ujar Kiai Abbas saat itu.
Merasa nyawanya diselamatkan oleh Kiai Abbas dan takjub
dengan sikap Kiai Abbas yang tidak memliki rasa dendam sedikitpun, Preman
tersebut akhirnya menjadi salah satu murid dan pengawal Kiai Abbas.
Kembali ke Kiai Abbas yang ingin menjajal kemampuan silat
murid-muridnya. Menurut Mang Kisom, Kiai Abbas sering meminta murid-muridnya
untun mengeroyok Kiai Abbas, untuk menjajal kemampuan silat yang sudah
dikuasai. Tapi, sebelum memulai, Kiai Abbas selalu mengganti sandalnya dengan
bakiak terlebih dahulu.
“Jadi sebelum bertarung, Kiai Abbas meminta diambilkan
bakiak miliknya,” ujar Mang Kisom, seperti yang diceritakan oleh KH. Amiruddin
Abkari kepada penulis.
Kiai Abbas akhirnya memperlihatkan kemampuan pencak
silatnya. Walaupun dikeroyok oleh lima orang, semua orang tersebut tersungkur
tanpa ada yang bisa menempelkan tangan atau kakinya ke badan Kiai Abbas. Menurut
Mang Kisom, kaki Kiai Abbas seperti tidak menempel ditanah. Gerakannya sangat
cepat dan pukulannya juga mematikan.
“Kalau bertarung dengan Kiai Abbas, tidak ada yang pernah
berhasil menyentuh badannya,” kata Mang Kisom.
Entah, misteri apa yang tersimpan dari sepasang bakiak yang
cukup istimewa milik Kiai Abbas. Namun sayangnya, hingga saat ini bakiak tersebut
tidak diketahui keberadaannya. Untuk beliau, Al-Fatihah.
*) www.buntetpesantren.org

barokalloh..
ReplyDelete