Pada hari Selasa, 26 Maret 2007, sebuah pemandangan ganjil terlihat di
salah satu ruas jalan tol di ibukota Jakarta. Ribuan sepeda motor dan
beberapa mobil tampak berkonvoi mengiringi sebuah mobil jenazah di jalur
khusus roda empat tersebut. Iring-iringan yang mayoritas mengenakan
baju dan kopiah warna putih tersebut memanjang hingga kira-kira sepuluh
kilo meter memasuki pintu tol Jagorawi. Mereka adalah para pelayat yang
ikut mengantarkan jenazah Habib Abdurrahman Assegaf, seorang ulama
terkemuka ibukota ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Nasab Beliau
Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf
bin Muhammad bin Umar bin Thoha bin Umar bin Thoha bin Umar ash-Shofi
bin Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb
Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali
Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina
Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina
Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin
Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin
Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah
Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam
Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- ImamMuhammad An-Naqib bin Sayyidina
Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin
Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal
Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina
Al-Husein Rodiyallahu ‘Anhum
Masa Kecil Habib Abdurrahman Assegaf
Al Walid Al Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qodir Assegaf lahir
pada tahun 1908 di Cimanggu, Bogor. Abdurrahman kecil adalah seorang
yatim yang menjalani masa kanak-kanaknya dalam kondisi sangat
memprihatinkan. Hal itu tercermin dari penuturan salah satu putra
beliau, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf yang berkata: “Walid -berarti
ayah, red- itu orang yang tidak mampu. Bahkan beliau pernah
berkata;‘Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya.
Waktu lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak
punya sandal apalagi sepatu” .
Meskipun beliau seorang yatim yang
miskin, Abdurrahman kecil adalah sosok anak yang gigih dan giat dalam
belajar dan menuntut ilmu. Beliau tak segan-segan bersusah payah dalam
menempuh perjalanan puluhan kilometer untuk belajar kepada Habib
Abdullah bin Muhsin Al-Aththas (Habib Empang Bogor). Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika prestasi beliau sangat cemerlang ketika masih
belajar di Madrasah Jami’at Al-Khair. Selain selalu menempati peringkat
pertama dalam hal akademis, akhlaqnya juga menjadi teladan bagi
teman-temannya.
Ketekunan yang luar biasa ketika belajar juga
mengantarkan beliau dengan mudah menyerap ilmu yang diajarkan oleh
guru-gurunya dalam menguasai semua bidang ilmu agama, terutama ilmu alat
(gramatika Arab, red). Hal itulah yang kemudian menjadikan dirinya
tidak hanya sekedar disayang oleh oleh sang guru, tapi juga dibanggakan
di depan murid-murid yang lain. Guru-guru beliau menganjurkan
murid-murid yang lain untuk mengacu pada Abdurrahman kecil, baik dalam
menuntut ilmu maupun bertingkah laku.
Disamping itu, kemampuan
berbahasa yang bagus juga turut serta mengantarkan beliau menjadi
penulis dan orator yang handal. Beliau tidak hanya menguasai bahasa
Arab, tapi juga bahasa Sunda dan Jawa halus.
Habib Abdurrahman juga
dikenal sebagai sosok yang sangat disiplin, sederhana dan ikhlas.
Kedisiplinan beliau tidak hanya dalam hal belajar dan mengajar, tapi
juga dalam soal makan. Habib Ali, salahs eorang putra beliau bercerita:
“Walid tidak akan pernah makan sebelum waktunya. Dimanapun ia selalu
makan tepat waktu” . Selain itu, beliau juga selalu siap menolong siapa
saja yang membutuhkan bantuannya
Masa Dakwah Habib Abdurrahman Assegaf
Habib Abdurrahman adalah seorang guru sejati.Hampir seluruh masa hidup
beliau dibaktikan untuk dunia pendidikan. Setelah menginjak usia dewasa,
Habib Abdurrahman dipercaya sebagai guru di Madrasah Jami’at Al-Khair.
Ketika berusia 20 tahun, beliau pindah ke Bukit Duri Jakarta
Barat.Dengan berbekal pengalaman yang cukup panjang, beliaupun
mendirikan madrasah sendiri dan diberi nama Madrasah Tsaqafah
Islamiyyah.Hingga sekarang, madrasah tersebut masih eksis di Jakarta.
Sebagai madrasah khusus, Tsaqafah Islamiyah sampai kini tidak pernah
merujuk kepada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Madrasah
tersebut menerapkan kurikulum sendiri. Selain didominasi kitab-kitab
karya sang pendiri sebagai silabus, siswa yang cerdas dan cepat
menguasai ilmu bisa loncat kelas.
Habib Abdurrahman Assegaf dan Keluarga
Di mata putra-putrinya, Habib Abdurrahman dinilai sebagai sosok ayah
yang konsisten dan disiplin dalam mendidik anak. Beliau selalu
menekankan kepada mereka untuk menguasai berbagai disiplin ilmu. Selain
itu,beliau jugamenganjurkan mereka untuk menuntut ilmu kepada banyak
guru.
“Beliau konsisten dan tegas dalam mendidik anak. Beliau juga
menekankan bahwa dirinya tidak mau meninggalkan harta sebagai warisan
untuk anak-anaknya. Beliau hanya mendorong anak-anaknya agar mencintai
ilmu dan mencintai dunia pendidikan. Beliau ingin kami konsisten
mengajar, karenanya beliau melarang kami melibatkan diri dengan urusan
politik maupun masalah keduniaan, seperti dagang, membuka biro haji dan
sebagainya. Jadi, sekalipun tidak besar, ya….sedikit banyak
putra-putrinya bisa mengajar” kata Habib Umar, salah satu putra Habib
Abdurrahman Assegaf merendah.
Dalam memotivasi anak-anaknya, beliau
menanamkan kepada mereka bahwa ilmu yang dimiliki oleh beliau tidak
dapat diwariskan, tapi harus dicari dan diusahakan sendiri oleh mereka
jika ingin menjadi orang alim seperti beliau. Oleh karena itu, Berkat
kedisiplinan Habib Abdurrahman dalam mendidik putra-putrinya dan
motivasi yang ditanamkan pada diri mereka, putra dan putri beliau sukses
menjadi ulama yang disegani dan berpengaruh di masyarakat.
Sembilan
dari 22 orang keturunan beliau yang masih hidup saat ini (lima putra
dan tiga putri) sukses berdakwah di daerahnya masing-masing. Mereka
adalah Habib Muhammad (pemimpin pesantren di kawasan Ceger, Jakarta
Timur), Habib Ali (pemimpin Majelis Taklim Al-Affaf di wilayah Tebet,
Jakarta Selatan), Habib Alwi (pemimpin Majelis Taklim Zaadul Muslim di
Bukit Duri, Jakarta Barat), Habib Umar (pemimpin Pesantren dan Majelis
Taklim Al-Kifahi Ats-Tsaqafi di Bukit Duri, Jakarta Barat), dan Habib
Abu Bakar (pemimpin Pesantren Al-Busyo di Citayam, Bogor). Sementara
itu, tiga putrinya pun mempunyai jamaah tersendiri.
Karya-Karya Habib Abdurrahman Assegaf
Habib Abdurrahman adalah seorang alim yang begitu disegani dan
berpengaruh. Beliau adalah sosok yang sangat patut untuk dijadikan
sebagai uswah bagi umat. Bukan hanya kegigihan dalam mengajar, tapi
produktivitas beliau dalam berkarya juga sangat patut untuk dicontoh.
Selain mendirikan Madrasah Tsaqafah Islamiyyah, beliau juga memiliki
banyak tulisan. Kitab-kitab tulisan beliau tidak hanya terbatas pada
satu macam disiplin ilmu saja, tapi mencakup berbagai macam disiplin
ilmu. Mulai dari Tauhid, Tafsir, Akhlaq, Fiqih, hingga sastra. Selain
kitab berbahasa Arab, beliau juga memiliki karya berbahasa Melayu dan
Sunda yang ditulis dengan huruf Arab atau dikenal sebagai huruf Jawi
atau pegon.
Karya-karya beliaua ntara lain; Hilyatul Jinan fi Hadyil Qur’an, Syafinatus Said,
Misbahuz Zaman, Bunyatul Umahat dan Buah Delima. Sayang, puluhan karya
itu hanya dicetak dalam jumlah terbatas dan hanya digunakan untuk
kepentingan para santri di Madrasah Tsaqafah Islamiyyah asuhan beliau.
Selainkarya-karya di atas, beliau jugamemiliki untaian syair indah
memuji kebesaran Allah swt dalam sebuah Tawasul, yang kemudian disebut
dengan“Tawasul Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf”. Syair
tersebut dirangkai pada tahun 1960-an ketika beliau mengalami kebutaan
selama lima tahun.
Karamah Habib Abdurrahman Assegaf
Sebagai
alim besar, Habib Abdurrahman dikenal memiliki beberapa karomah. Di
antara karomah Walid terlihat ketika beliau membuka Majlis Taklim
Al-Busyro di Bogor sekitar tahun 1990. Di daerah tersebut, sebelumnya
sangat sulit mencari sumber air bersih. Namun ketika membuka majlis
Taklim itulah, Habib Abdurrahman bermunajat kepada Allah swt. selama 40
hari 40 malam guna memohon petunjuk lokasi sumber air. Pada hari ke 41,
sumber air belum juga ditemukan. Maka Habib Abdurrahman pun meneruskan
munajatnya.
Tak lama kemudian, datanglah seorang lelaki misterius
sambil membawa cangkul dari tempat yang tidak diketahui asalnya. Tanpa
ada komando dari siapapun, lelaki tadi dengan serta merta mencangkul
tanah di dekat rumah Habib Abdurrahman.
Setelah selesai mencangkul,
kemudian ia berlalu dan tanah bekas cangkulan tadi ditinggal serta
dibiarkan begitu saja. Tidak lama kemudian, merembeslah air dari tanah
bekas cangkulan tersebut. Sampai kini, sumber air bersih itu
dimanfaatkan oleh warga Parung Banteng, terutama untuk keperluan Majelis
Taklim Al-Busyro. Menurut penuturan Habib Abdurrahman, lelaki
pencangkul tersebut adalah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Wafatnya Habib Abdurrahman Assegaf
Suatu hari, seorang santri Darul Musthafa Tarim Hadramaut asal
Indonesia mendapat pesan dari Habib Abdullah bin Muhammad bin Alwi
Syahab, seorang ulama besar disana.
“Saya mimpi bertemu Rasulullah
saw. tapi wajahnya menyerupai Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf.
Tolong beritahu anak-anak beliau di Indonesia. Katakan, mulai saat ini
jangan jauh-jauh dari walid (Habib Abdurrahman Assegaf, red)” , begitu
isi pesan tersebut.
Mendapat pesan tadi, santri itu kemudian
menelepon keluarganya di Indonesia hingga akhirnya kabar dari ulama
Hadramaut itu diterima keluarga Habib Abdurrahman di Jakarta.
Selang
seminggu kemudian, pesan tersebut menjadi kenyataan. Tepatnya pada hari
senin jam 12.45 WIB, tangga l7 rabiul Awal 1428 H atau bertepatan
dengan tanggal 26 Maret 2007, Al-Alamah Al-Arif Billah Al-Habib
Abdurrahman Assegaf wafat dalam usia kurang lebih 100 tahun.
Acara
pelepasan jenazah dibuka dengan sambutan dari pihak keluarga yang
diwakili olehHabib Ali bin Abdurrahman Assegaf. Setelah mengucapkan
terima kasih dengan nada sendu kepada para pecinta Habib Abdurrahman
Assegaf yang telah datang bertakziah dan membantu proses pengurusan
jenazah, putra kedua Habib Abdurrahman tersebut mengungkapkan beberapa
keutamaan-keutamaan almarhum .”Beliau rindu kepada Rasulullah saw.
Beliau ungkapkan rasa rindu itu lewat sholawat-sholawat yang tak pernah
lepas dari bibirnya setiap hari.” Katanya.
Puluhan ribu pelayat yang
berdiri berdesak-desakan pun mulai sesunggukan karena terharu. Apalagi
ketika Habib Ali, yang berbicara, tampil dengan suara bergetar. “hari
ini, tidak seperti hari-hari yang lalu, kita berbicara tentang bagaimana
memelihara anak yatim. Tapi, kali ini kita semua menjadi anak-anak
yatim”
kata Habib Ali, yang mengibaratkan hadirin sebagai anak
yatim. Betapa tidak, Habib Abdurrahman dianggap sebagai orang tua.Tidak
hanya oleh keluarganya, tapi juga oleh jamaah.
Selanjutnya, pengasuh
Majlis Taklim Al-Affaf tersebut berujar: “Kepergian Walid sudah diramal
jauh-jauh hari. Suatu hari beliau pernah berkata kepada saya; ‘Umimu
(Ibumu, red) dulu yang bakal berpulang kepada Allah swt. setelah itu
baru saya’. Dan benarlah, ibunda Hj. Barkah (istri Walid, red) berpulang
sekitar tujuh bulan yang lalu, tepatnya pada 26 Juli 2006. walid juga
pernah berkata kepada keluarga;‘Saya pulang pada hari senin, kasih tahu
saudara-saudaramu”.
Pada jam 12.00 WIB, jasad mulia Habib
Abdurrahman disholatkan di depan kediaman beliau dengan ImamHabib Abdul
Qadir bin Muhammad Al-Haddad Al-Hawi Condet. Sejurus kemudian,
iring-iringan jenazah mulai bergerak menuju ketempat peristirahatan
terakhir Al-Walid di di pemakaman Kampung Lolongok, tepatnya di belakang
Kramat Empang Bogor.
Setelahs ampai, jenazah dimasukkan ke liang
lahat sambil terus diiringi dzikir yang tak henti dari para jemaah.
Mudah-mudahan Allah swt. menempatkan beliau bersama Junjungan Nabi
Muhammad saw. Semoga Allah swt. memberikan taufiq kepada kita semua
untuk meneladani beliau dan menghadiahi kita pengganti-pengganti
Al-Walid Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf, Amin.