Sebagai warga Nahdliyin yang menjaga tradisi-tradisi ibadah yang talah dilakukan turun temurun sejak para wali menyebarkan agama Islam ke Nusantara, kita tentu memiliki banyak tantangan. Terutama dari gerakan wahabisasi yang akhir-akhir ini smakin marak. Gerakan ini ingin menghapuskan praktek-praktek ibadah yang telah diajarkan sejak saman Rasulullah SAW, para sahabat, tabi’in dan seterusnya hingga sampai pada kita di masa sekarang ini.
Gerakan-gerakan yang ingin menghancurkan praktik-praktik ibadah yang telah menjadi tradisi ini muncul karena khazanah keagamaan mereka sangat minim. Biasanya, dalam satu, dua, hingga tiga kali ceramah membahas keagamaan mereka mungkin penyampaiannya masih bagus. Namun di ceramah selanjutnya, karena minimnya pengetahuan mereka dan kehabisan bahan ceramah mereka akan kembali berputas di masalah-masalah bid’ah saja.
Untuk menutupi minimnya pengetahuan, biasanya mereka menutupinya dengan pakaian ala Arab. Kita jangan sampai mengira bahwa yang memakai gamis dan berjenggot itu hanya Nabi Muhammad, Abu Jahal pun juga bergamis dan berjenggot. Jangan sampai kita mudah tertipu dengan penampilan orang-orang yang belum tentu jelas pengetahuannya tentang Islam. Misalnya jika perbedaan antara dzikir, wirid dan doa saja tidak tahu, lalu mereka kemudian mengangapnya sebagai bid’ah, yang seperti ini tidak boleh diikuti.
Padahal sebenarnya, jika memiliki ilmu yang cukup, mereka dapat menerangkan bahwa dzikir adalah apa pun yang membuat kita ingat kepada Allah. Dzikir itu taqarrub (mendekat, red) kepada Allah. Lalu doa adalah kegiatan ibadah atau penghambaan kepada Sang Khaliq. Dalam doa kita mengajukan permohonan kepada Allah. Sedangkan wirid adalah membaca atau menjalankan bacaan tertentu untuk mendapatkan emanasi dan iluminasi. Jadi ketiganya dapat dijelaskan berbeda-beda jika mereka punya ilmu.
Sedangkan ilmu hikmah dan tashawwuf juga berbeda, meski dalam beberapa hal sepertinya sama. Ilmu hikmah adalah menjalankan sesuatu untuk memperoleh sesuatu. Bahkan kitabnya ada sendiri, seperti Syamsul Ma’arif dan Mujarrobat. Tokohnya seperti Imam al-Buni. Sedangkan tashawwuf adalah proses mencari kedudukan hati. Tashawwuf adalah jalan menuju taubat, wara’, dan
zuhud.
Dengan demikian, dalam memahami Islam tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat. Karena ilmu di dalam Islam sangatlah luas. Jika Islam dipelajari dengan cara cepat saji seperti mie instan maka hasilnya adalah pemahaman Islam yang sangat dangkal. Sehingga ujung-ujungnya semua akan dibid’ah-kan dan malah dikafirkan atau dimusyrikkan. (naudzubillah min dzalik).
Silahkan baca atau Download sebagai pegangan dalam beribadah.
Semoga bermanfaat...


Post a Comment Blogger Facebook