0 Comment
HAKIKAT KESENANGAN & KESUSAHAN DUNIA Oleh: Ahmad Badruttamam Hasan
(Disampaikan pada Kajian Tafsir Tematis Radio Dakwah Suara Nabawy, 107.7 FM & AM 747 Pasuruan Jawa Timur. Ahad, 24 Shafar 1437 H./06 Desember 2015 M.) Salah satu ketetapan Allah Subhanahu wa Ta`ala (sunnatullah) yang mau tidak mau harus dirasakan oleh seluruh hamba-Nya –siapapun dia- adalah senang dan susah, lapang dan sulit, bahagia dan sedih. Hal ini sesuai dengan firman-firman-Nya sebagaimana berikut: 1. {وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُون} [الأنبياء: 35] Maksudnya –sebagaimana dijelaskan di dalam kitab Tafsir al-Qurthubi-: Kami (Allah) akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan (kesulitan dan kemudahan, halal dan haram). Kemudian Kami akan melihat bagaimana syukur dan sabar kalian. Dan kepada Kamilah kalian akan dikembalikan untuk menerima balasan amal perbuatan. 2. {وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين} [البقرة: 155] Artinya: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. Hikmah Adanya Senang & Susah Semua ciptaan Allah Subhanahu wa Ta`ala pasti mengandung hikmah baik diketahui atau tidak. Banyak hikmah dibalik penciptaan senang dan susah. Diantaranya adalah sebagai ujian, pengingat bagi manusia akan hakikat dunia dan balasan atas perbuatan yang mereka lakukan. Berikut ini akan dijabarkan maksud dari ketiga hikmah ini. 1. Senang dan susah sebagai ujian. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman: {تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ} [الملك: 1، 2] Artinya: “Maha Suci Allah Yang di dalam kekuasaan-Nya-lah segala kerajaan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. Suka atau tidak, manusia adalah hamba milik Allah Subhanahu wa Ta`ala. Tugas manusia adalah menampakkan jatidiri sebagai seorang hamba Allah melalui tindakan-tindakan nyata. Artinya manusia harus menyesuaikan setiap tindakan yang ia lakukan dengan jatidirinya sebagai seorang hamba. Ibarat pakaian yang sudah barang tentu harus disesuaikan dengan postur tubuh pemakainya. Ada sebuah realita yang tidak dapat dipungkiri bahwa pada diri setiap orang terdapat beberapa perkara yang tiba-tiba ada begitu saja tanpa dia wujudkan. Misalnya, nyawa, akal pikiran, kesehatan, kemampuan berbicara, melihat, mendengar dan lain-lain. Beberapa hal ini ada pada diri manusia tanpa ia wujudkan. Dan kapanpun bisa lenyap secara tiba-tiba tanpa ada kemampuan sedikitpun dari yang bersangkutan untuk mempertahankannya. Beberapa hal yang saya sebutkan barusan tentu ada yang menciptakan. Karena mustahil wujud dengan sendirinya. Pencipta dimaksud tidak lain hanyalah Allah Subhanahu wa Ta`ala, Yang menciptakan manusia beserta seluruh sifat-sifat yang ada padanya. Kenyataan bahwa setiap orang beserta seluruh sifat-sifatnya adalah ciptaan Allah mengharuskan mereka menyadari dan meyakini bahwa mereka adalah hamba-hamba-Nya yang senantiasa wajib menyesuaikan setiap tindakan yang dilakukan dengan jatidirinya sebagai seorang hamba. Jatidiri sebagai seorang hamba ini akan tampak dengan jelas dengan melakukan dua perkara. Yaitu, bersyukur ketika mendapatkan kesenangan dan bersabar ketika dilanda kesusahan. Syukur adalah menggunakan setiap nikmat yang didapat untuk sesuatu yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sementara sabar adalah sikap menerima dan ridho terhadap setiap musibah dan cobaan yang diturunkan oleh-Nya tanpa protes. Dengan melaksanakan dua perkara ini, seseorang dianggap telah betul-betul meng-hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Syukur dan sabar tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya situasi yang mendukung. Situasi dimaksud adalah silih bergantinya senang dan susah dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya pergantian ini, manusia tidak akan pernah bersyukur dan bersabar. 2. Senang dan susah sebagai pengingat bagi manusia akan hakikat dunia. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman: {وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ } [العنكبوت: 64] Artinya: “Dan tiadalah dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui”. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيل Artinya: “Jadilah kamu di dunia ini seolah-olah kamu adalah orang asing atau orang yang numpang lewat”. (H.R. Bukhari). Ayat dan Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa dunia bukanlah tujuan. Akan tetapi hanyalah sekedar jalan sementara menuju sebuah tujuan. Tujuan kita adalah kehidupan selanjutnya di akhirat. Silih bergantinya senang dan susah akan membantu kita menyadari kenyataan ini. Jika seandainya di dunia ini hanya ada kesenangan tanpa kesusahan, maka manusia akan tertipu oleh keindahan dunia dan melupakan akhirat. Sebaliknya jika yang ada hanya kesusahan, maka akan sulit bagi manusia untuk membayangkan keindahan surga. Karena dia tidak pernah mengetahui apa itu keindahan. Ini akan menyebabkan manusia malas melakukan amal kebajikan untuk mendapatkan balasan surga. Silih bergantinya senang dan susah akan menghindarkan manusia dari bujuk rayu dunia sekaligus menumbuhkan semangat untuk menggapai kesenangan dan kebahagiaan yang lebih indah di surga. Kesenangan dan kesuksesan duniawi yang diraih seseorang bukanlah pertanda bahwa yang bersangkutan adalah orang baik, benar atau orang yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta`ala. Banyak diantara para pengusaha sukses, orang-orang kaya-raya adalah orang yang tidak beriman kepada Allah (kafir). Sebaliknya, berjuta-juta orang beriman hidup dibawah garis kemiskinan. Demikian juga Kesusahan dunia bukanlah pertanda kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta`ala terhadap orang yang sedang dilanda kesusahan. Terbukti, para nabi, rasul dan orang-orang shaleh juga mengalaminya. Bahkan kesulitan yang mereka alami seringkali jauh lebih berat daripada kesulitan yang dirasakan orang biasa. Kesenangan dan kesulitan yang terjadi di dunia ini adalah merupakan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta`ala sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya. Ketetapan ini tidak terpengaruh oleh keimanan atau kekufuran, kebaikan atau kejahatan seseorang. Allah Subhanahu wa Ta`ala Berfirman: {فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ أُولَئِكَ يَنَالُهُمْ نَصِيبُهُمْ مِنَ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قَالُوا أَيْنَ مَا كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَشَهِدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كَانُوا كَافِرِين} [الأعراف: 37] Artinya: “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfudz); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: “dimana (berhala-berhala) yang biasa kalian sembah selain Allah?” orang-orang musyrik itu menjawab: “berhala-berhala itu telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” Bagian yang telah ditentukan di dalam Lauh Mahfudz mencakup bagian rizki, ajal dan lain-lain. Bagian tersebut tak akan berubah karena keimanan atau kekufuran, keshalehan maupun kafasikan. Tugas kita sebagai orang yang beriman adalah bersyukur ketika mendapat kesenangan dan bersabar ketika mengalami kesulitan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: عَجِبْتُ مِنْ أَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَ الْمُؤْمِنِ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، كَانَ ذَلِكَ لَهُ خَيْرًا، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ فَصَبَرَ، كَانَ ذَلِكَ لَهُ خَيْرًا " Artinya: “Aku kagum terhadap urusan orang mukmin, sesungguhnya seluruh urusan orang mukmin adalah baik baginya. Dan ini tidak ada bagi siapapun kecuali bagi orang mukmin. jika dia mendapatkan kesenangan dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika dia tertimpa kesulitan dia bersabar, maka itu baik baginya.” (H.R. Ahmad bin Hanbal). Hikmah yang ketiga insya`allah akan dibahas pada kajian berikutnya. Semoga bermanfaat. Referensi: 1) Tafsir al-Jalalain. 2) Hasyiyah as-Showi ala Tafsir al-Jalalain. 3) Tafsir al-Qurthubi. 4) Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal. 5) Riyadh as-Sholihin. 6) Dalil al-Falihin Syarah Riyadh as-Sholihin. 7) Ih


Post a Comment Blogger

 
Top